Tanggal 30 September
1965 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Saat itu, para jenderal yang
berjasa dalam kemerdekaan bangsa ini diculik dan dibunuh oleh sekelompok orang
komunis. yang kemudian kita kenal dengan Gerakan 30 September (G 30 S ) PKI.
Tapi, bukan itu yang ingin saya bahas. Secara sejarah, jelas bahwa PKI adalah organsasi yang sangat biadab. Tetapi, sudah selayaknya kita mengambil ibroh dari sebuah peristiwa yang meskipun banyak mengutuknya, seperti PKI ini misalnya.
Banyak sekali “peran” Aidit yang merupakan ketua PKI dalam
penyelarasan prinsip berkehidupan yang komplet.
Mari kita cacah satu
persatu tentang berjasanya Aidit bagi bangsa Indonesia. Dimulai dari trisakti
yang disampikan Bung Karno:
“Berdaulat
dalam politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam
kebudayaan.”
Pancasila yang notabene
prinsip hidup bangsa Indonesia, tidak terlepas dari peran Aidit. Perlu
diketahui, Aidit merupakan orang yang sangat keras menentang asas pancasila
ini, yang kemudian pernah mengatakan, “Pancasila tidak akan pernah menjadi
ideologis yang sesuai dengan Indonesia.” Atas perkataan Aidit tersebut,
Soekarno secara reaksional membantah dan menjadikan 1 Oktober sebagai hari
kesaktian pancasila.
Kemudian,
pertanyaannya, bagaimana nasib Pancasila saat ini dan kedepannya jika tidak ada
manuver dari Aidit pada saat itu? Saya rasa pancasila hanyalah sebagai semboyan
yang hanya di pampang di ruang-ruang kerja dan kelas tanpa ada penerapan dalam
kehidupan.
Baik, saya alihkan ke pemberontakan PKI yang kita kenal dengan istilah G 30 S PKI. Teman-teman yang budiman, Indonesia rasanya mengalami sakit kronis berkepanjangan. Beberapa tahun yang kemarin, kita tau tentang penerbitan Undang-undang Badan Pengawas KPK oleh DPR.
Anda tau berapa jumlah anggota DPR yang mengesahkan UU tersebut? Hanya 80
orang. Padahal yang tercatat sebagai anggota DPR itu sebanyak 560 orang.
Silakan persentase sendiri. Kalah formal sama organisasi mahasiswa yang kalau
mau memutuskan hal genting harus di hadiri 50% + 1 orang.
Berangkat dari
kronisnya penyakit korupsi di Indonesia, adakalanya kita harus berpikir lebih
liar lagi. Seperti doktrin G 30 S PKI misalnya. Menurut saya, Indonesia perlu
membentuk dan mewujudkan Gerakan 30 S PKI. Tentu bukan Partai Komunis
Indonesia, melainkan Pemberantasan Korupsi di Indonesia.
Gerakan 30 September Pemberantasan Korupsi di Indonesia (G 30 S PKI) Tujuannya, menindak tegas kasus korupsi yang semakin membudaya dan mengakar. Hal ini perlu dilaksanakan karena masih banyak pejabat yang terlibat kasus korupsi, tapi tak tersentuh hukum.
Bentuk aksinya adalah mengikut sertakan kepolisian, TNI, dan BPK dalam
melakukan operasi besar-besaran pada tanggal 30 September dengan mengaudit
semua Lembaga pemerintahan baik Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif. Jika
ada indikasi korupsi, maka tanpa pandang bulu
harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Atau lebih bagus lagi, buang
saja pejabat yang korupsi ke lubang buaya seperti yang dilakukan pasukan PKI
kepada TNI revolusi.
Secara sederhana, saya
berharap menjadikan momen 30 September adalah kegiatan pembenahan secara
menyeluruh. Kalau perlu, menjadikan 30 September sebagai gerakan bersama.
Bersama memberantas kejahatatan dan menyikapi ketertinggalan negara kita dengan
upaya konkrit.
Kalau tidak dilakukan
hal seperti demikian, kejadian kelam Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia (G 30 S PKI) hanya sekedar sejarah tanpa ibrah yang berkelanjutan.
Akhirnya, selamat
terbebas dari jerajatan PKI. Mari rajut kehidupan yang harmonis sesuai dengan
cita-cita elemen yang menumpas PKI dulu.
Tabik.
Ide brilian....tapi kata opung kalau mau bersih bersih di surga aja...he..he..Gak bakal bisa kalau yang berkuasa gak niat
BalasHapus