Judul Buku : Sejarah Lengkap Wahhabi: Perjalanan Panjang Sejarah, Doktrin, Amaliah, dan Pergulatannya.
Penulis : Nur Khalik Ridwan
Penerbit : IRCiSoD, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, Maret 2020
Tebal : 834 halaman
ISBN : 978-623-7378-36-5
Radikalisme, ekstremisme, dan masih banyak lagi kata-kata negatif masyarakat jika dihadapkan pada kata Wahhabi. Meskipun demikian, tidak dapat dibenarkan cara pandang negatif masyarakat tentang Wahhabi tersebut, jika hanya didasari pada keyakinan atau doktrin turun menurun. Itu artinya, perlu kiranya kajian komprehensif untuk mengulas tuntas tentang Wahhabi ini. Benarkah Wahhabi itu radikal dan ekstrem seperti yang disangkakan?
Melalui buku Sejarah Lengkap Wahhabi: Perjalanan Panjang Sejarah, Doktrin, Amaliah, dan Pergulatannya. Nur Khalik Ridwan membuka cakrawala pengetahuan tentang Wahhabi secara mendasar dan komprehensif. Mulai dari bagaimana Wahhabisme dibangun, penanaman ideologi, paham yang diajarkan, dan bahkan Nur Khaik Ridwan menyampaikan perkembangan dan doktrinasi ideologi Wahhabi di Indonesia.
Keprihatinan Muhammad bin Abdul Wahhab: Basis Awal Pemurnian Islam
Muhammad bin Abdul Wahhab sangat prihatin dengan kebudayaan masyarakat Uyainah waktu itu yang menghamba pada makam para syuhada’ dan auliya’. Menurutnya, tidak ada satupun yang berhak memberikan kuasa dan harapan selain Allah. Atas dasar keprihatinan tersebut, Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan banyak sekali upaya pengrusakan simbol-simbol yang dijadikan komponen penghambaan oleh masyarakat Uyainah.
Dalam upaya pengrusakan simbol-simbol yang dianggap syirik, ia tidak sendirian. Ditemani Amir Uyainah, Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan gerakan pengrusakan alam dan situs budaya, diantaranya penebangan pohon-pohon besar, mengancurkan kubah para syuhada’. Dengan prinsip menegakkan sunnah dan menghancurkan bid’ah. Muhammad bin Abdul Wahhab bersama Amir Uyainah tanpa sedikitpun ragu menhancurkan simbol-simbol itu semua.
Tak selamanya
gerakan pemurnian Islam tersebut berjalan lancar. dalam buku ini ayah Muhammad
bin Abdul Wahhab sendiri, sangat mengecam tindakan represifnya. Sang ayah
sangat menyesali tingkah Muhammad bin Abdul Wahhab yang sering memberontak para
gurunya, ia menganggap anaknya kurang mendalam menguasai fiqh sebagaimana
penguasaan soal fiqh ini telah menjadi ciri khas pendahulunya. Kurang penguasaannya
Muhammad bin Abdul Wahhab ini, dikarenakan tidak selesai studinya di bidang
syariat. Belum jelas sampai sekarang, apakah ia putus studi atau dikeluarkan.
Awal Perkembangan Dakwah
Muhammad bin Abdul Wahhab baru berani memulai dakwah secara terang-terangan sejak ayahnya meninggal pada 1153 H. Ia secara terbuka dan terus menerus menyampaikan kritikan kepada kaum muslim yang melakukan istighasah, berdoa, dan tawasul kepada Allah Swt di samping kuburan.
Tapi, sekali lagi banyak yang mengecam cara dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab ini. Bahkan penduduk muslim Ahlussunnah wal Jama’ah berbagai madzhab di Uyainah waktu itu meminta Muhammad bin Abdul Wahhab keluar dari kota tersebut. Permintaan tersebut ternyata diindahkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab. Akhirnya ia keluar dan menuju kota Dir’iyah.
Kepindahan ke Dir’iyah (1157/1158 H) ini menjadi cikal bakal berkembangnya Wahhabisme. Disebutkan dalam buku ini, kedatangan Muhammad bin Abdul Wahhab ke Dir’iyah ini karena diundang oleh penguasa kota tersebut, Muhammad bin Saud. Konsolidasi antara keduanya mencapai ksepakatan bahwa Wahhabisme menjadi bagian resmi alat kekuasaan Muhammad bin Saud untuk membangun dinasti yang kokoh, yang dimulai sejak 1744 /1745 M. (Hal.50)
Di Dir’Iyah, Muhammad bin Abdul Wahhab kemudian melancarkan gerakan dan membina para kader dibawah perlindungan Muhammad bin Saud. Kolaborasi ini kemudian dilanjutkan dengan berbagai serangan ke daerah-daerah sekitar, yaitu daerah-daerah yang juga dihuni oleh kaum muslim, dengan tentara dan penyokong yang telah dicecoki dengan ideologi Wahhabisme.
Dari Basisnya di Dir’iyah, dengan para kader dan tentara Muhammmad
bin Saud, yang telah dimantapkan dan di indoktrinasi oleh ideologi Wahhabisme,
ajaran-ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab menjadi kuat. Sisi lainnya, Dinasti
Arab Saud pertama dan anak-anak pengikut Wahhabisme terus melanjutkan
kalaborasi hingga akhirnya berhasil mendirikan Kerajaan Arab Saudi, diatas
pertempuran demi pertempuran, hujatan demi hujatan terhadap kelompok muslim
lain yang dianggap mempraktikkan bid’ah.
Perkembangan Wahhabi Hingga ke Indonesia
Gerakan ideologi Wahhabi ini begitu pesat berkembang di pelbagai belahan dunia, temasuk Indonesia. Layaknya gerakan di Negeri Dir’iyat, para golongan Wahhabisme juga sering mengkafirkan dan menuduh murtad sesama muslim di Indonesia. Perkembangan ideologi wahhabi juga terbukti dengan banyaknya website wahhabi yang tersedia di media sosial. Jejaring internet dengan guru-guru Wahhabi di dunia Islam memperlancar komunikasi mereka.
Nur Khalik Ridwan juga menyinggung pernah mendengar langsung pengakuan ketua ormas modernis yang dahulu pernah terpengaruh sebagian ide Wahhabisme, yang saat ini telah mengaku taubat. Menurutnya, kalau bangsa Indonesia tidak serius membendung arus kelompok-kelompok Wahhabisme ini, sangat mungkin akan banyak kelompok yang menjadi taliban dan terrorism.
Ambil Peran
Alhasil, Nur Khalik Ridwan melalui buku ini, mengajak orang muslim agar selalu ambil peran dalam situasi dan kondisi apapun. Itu artinya, segala perbedaan dalam praktik agama Islam harus disikapi dengan tawasut (jalan tengah), sederhananya kita selalu mengambil jalan tengah dari ekstrem kanan dan kiri. I’tidal (tegak lurus), jangan selalu mencampurbaurkan antara agama dan politik praktis. Tasamuh (toleran), jangan menganggap Islam sebagai penguasa di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri berdiri kokohnya negara Indonesia ini berkat kerja keras semua pihak. Tawazun (seimbang), artinya selalu beribadah kepada Allah, di sisi lain tetap menjaga harmonisasi hubungan sosial masyarakat.
Tabik.
*Negara Rofiq
Nb. Terimakasih kepada Mas Tamam, imam besar masjid Al-Hikmah yang telah memberikan pinjaman buku ini untuk saya baca. Mas Tamam ini keren. Berkat suara emasnya, dia bisa menjelajahi penjuru negeri.