Banyaknya tambak udang di pesisir pantai utara Sumenep sebenarnya menjadi angin segar dalam upaya industrialisasi di Sumenep. Namun, saat ini malah sebaliknya. Pencemaran lingkungan akibat buangan aktivitas tambak mengantarkan pantai utara Sumenep diambang kehancuran.
Pencamaran lingkungan yang masif akhir-akhir ini, perlu perhatian serius pemerintah kabupaten. Ada dua opsi untuk menanggulangi limbah cair hasil tambak udang pantai utara Sumenep, yaitu hilirisasi industri dan perbaikan manajemen lingkungan. Yang paling mungkin direalisasikan dalam waktu dekat adalah opsi yang kedua.
Gerak cepat pemkab Sumenep dalam menanggulangi limbah ini bukan hanya soal baunya pantai, jangka panjangnya akan berdampak negatif terhadap hasil tangkap nelayan setempat.
Sebagai bukti, mari lihat Banyuwangi. Sebagai kabupaten penghasil ikan yang melimpah, pesisir pantai Kecamatan Muncar, Banyuwangi, bermunculan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) industri ikan kaleng (sarden). Namun pemerintah kabupaten Banyuwangi tidak siap dengan perkembangan UMKM tersebut yang sangat masif. Akibatnya, banyak limbah cair yang dibuang begitu saja ke laut.
Akhirnya banyaknya limbah cair tersebut berdampak serius terhadap ekosistem laut. Trafik hasil tangkap memiriskan.
Menurut Unit Pelaksana Teknis Pengujian Mutu dan Pengembangan Produk Kelautan dan Perikanan Muncar Banyuwangi, jumlah ikan lemuru dalam 10 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada tahun 2008 dan 2009 rata-rata produksi ikan lemuru mencapai 27.883 ton, jumlah ini mengalami penurunan drastis pada tahun 2011 yaitu sebesar 1.651 ton. Produksi ikan lemuru sempat naik pada tahun 2015 yaitu 10.267 ton, namun kembali menurun pada 2016. Tahun 2017, produksi ikan lemuru di pelabuhan Muncar hanya 54 ton.
Pemkab Sumenep rasanya cukup mengambil pelajaran terhadap dampak nyata limbah cair yang terjadi di Banyuwangi di atas. Jangan sampai hasil tangkap ikan di pantai utara menurun drastis akibat limbah tambak udang. Mengingat sektor laut adalah bagian penting penghasilan masyarakat Sumenep.
Kembali ke poin awal tulisan ini, dari dua opsi yang penulis kemukakan, yang paling realistis adalah perbaikan manajemen lingkungan. Apakah lantas sektor hilirisasi industri tidak bisa? Sangat bisa. Cuma membutuhkan waktu yang lama. Masalah genting ini harus segera dicarikan solusi yang cepat.
Ipal Komunal, Hemat Biaya
Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah sebuah sarana untuk mengolah limbah cair untuk bisa digunakan pada aktivitas yang lain (daur ulang). Untuk menghemat anggaran, IPAL bisa digunakan dengan cara berkelompok/komunal. Misal 1 IPAL digunakan 5 industri. Komponen IPAL Komunal terdiri dari unit pengolah limbah, jaringan perpipaan (bak kontrol & lubang perawatan) dan sambungan industri.
Banyak daerah yang telah melakukan metode ipal komunal ini. Sebut saja Makassar. Pemkot Makassar telah membangun 147 unit Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal sebagai solusi perbaikan sanitasi di pemukiman padat dengan keterbatasan lahan untuk septic tank pribadi. Pembangunan IPAL komunal di pemukiman padat ini untuk memperbaiki sanitasi yang buruk, kondisinya kumuh, bau dan rentan terhadap munculnya beragam penyakit, termasuk stunting. Pemkot Makassar bekerja sama dengan United States Agency International Development (USAID) Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH PLUS) perihal pengembangan kapasitas IPAL.
Bagi penulis, pemkab Sumenep sangat mungkin dan bisa mengadopsi program IPAL komunal seperti yang dilakukan Makassar. Termasuk juga perihal lembaga pendamping dan perawatan IPAl, tidak perlu menggandeng lembaga seperti USAID IUWASH PLUS. Cukup menggandeng perguruan tinggi yang ada di Sumenep, Universitas Wiraraja. Menggandeng kampus besar tersebut selain melancarkan pengawasan IPAL, di sisi lain juga berfungsi sebagai aktualisasi Kampus Merdeka yang di gagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Pemandangan seperti ini bisa dikatakan sebagai simbiosis mutualisme. Dua objek yang saling menguntungkan.
Jika manajemen lingkungan melalui metode ipal ini berhasil, maka tidak menutup kemungkinan hilirisasi industri tambak udang tersebut bisa direalisasikan juga untuk nilai tambah penghasilan bagi masyarakat sekitar.