Dapat Motivasi Dari Konsultan Psikologi

“Banyak pasien Rumah Sakit Jiwa di Malang itu karena memendam banyak masalah dan tak berani menceritakan kepada orang lain”

 


Rencana saya dan Sandy (entah siapa panjangnya) akan diskusi tentang kepenulisan. Mengirim ke media, proses kreatif, menulis dengan gembira, dan lainnya. Namun, pas diskusi, eh malah porsi diskusi tentang psikologi yang lebih banyak.

 

Satu hal yang membuat diskusi kita tiba-tiba mengarah ke psikologi itu bermula dari pertanyaan saya kepadanya tentang kesibukan akhir-akhir ini.

 

“Skripsi!” Jawabnya tegas tanpa basa-basi.

 

Baiklah, saya paham. Sudah hukum alam bagi mahasiswa semester akhir seperti dia. Eh saya juga hehe.

 

“Dari skripsi saya belajar tentang kesabaran dan ketabahan mengahadapi dosen yang jarang balas chat saya.”

 

Jelas ini adalah kendala yang banyak dihadapi mahasiswa di masa pandemik seperti ini. kegiatan sosial dibatasi hingga berimplikasi ke banyak sektor lainnya.


Beberapa hal tentang skripsi, dia bercerita tentang lamanya proses revisi yang kadang butuh waktu sebulan untuk sekali konsultasi. Waktu yang lama tentunya. Belum lagi dicuekin pegawai lapas tempat dia penelitian skripsinya skripsi dia tentang tingkat stresnya penghuni lapas di Banyuwangi (kalau gak salah).

 

Diskusi tentang psikologi semakin dalam. Saya melontarkan pertanyaan masalah yang sering saya alami.

 

“Saya sering banyak kepikiran terhadap hal-hal (masalah) kecil. Dan bawaannya mengarah ke stres.” tanya saya jujur.

 

Saya menyebut contoh masalah-masalah kecil yang bikin saya stress. Namun tak etis rasanya disampaikan di sini kepada sidang pembaca yang terhormat.

 

Sandy lantas menjawabnya lantang. Bahwa sudah hukum alam kepikiran masalah yang dihadapi. Cuma pertanyaannya, seberapa besar usaha kita untuk menghadapi masalah tersebut. Jangan sampai hanya melamun terus menerus. Itu bahaya. “Lakukan hal-hal kecil dulu yang ada di depanmu,” ujarnya.

 

Jawaban Sandy ini ada korelasinya juga dengan teguran salahsatu teman saya, namanya Alfian Zainal Ansori “Pendekar dari Konoha” yang pernah dihantam polisi  saat demo di depan gedung Bupati yang membuatnya tumbang tanpa syarat, eh tanpa sadarkan diri maksudnya. Duh kepikiran pengeboman Hiroshima dan Nagasaki terus. Alfian pernah bilang ke saya. “Kamu minim strategi, tapi banyak asumsi yang masuk dan jadi kepikiran.”

 

Permasalahan saya ini apakah ada hubungannya dengan sifat saya yang introvert? Cenderung “cukup mendekam di kamar kos” dan baru berani keluar ketika lapar. Duh saya lupa bertanya pada Sandy. Semoga yang bersangkutan baca catatan ini. dan menjawabnya di kolom komentar hehe.

 

Lanjut ke pembahasan yang lebih genting.

 

Sandy lantas bercerita tentang pengaruh didikan orang tua pada anaknya. Dia menjelaskan, kalau anak-anak laki-laki tingkat kedekatan lebih tinggi pada Ibu. Sebaliknya anak perempuan pada Bapak.

 

“Kalau Ibu banyak ngomel, saya langsung iyain aja.  Tapi jarang saya kerjakan. Tapi kalau Ayah, saya jawab iya sekaligus dikerjakan.”

 

Lanjutnya, Didikan Bapak itu cenderung nekat dan berani ngambil resiko. Itu yang ia suka. Memang sedikit bicaranya, tapi sangat cocok bagi orang yang suka tantangan. Kebalikannya, kalau Ibu cenderung “banyak” bicara tapi selalu main aman.

 

“Pukul 12 saya pulang ya. Ada jadwal tidur siang,” kataya melihat layar ponselnya.

 

Baiklah. Dia sangat perfeksionis. Urusan tidur siang saja ada jadwalnya.

 

Di sisa waktu diskusi, dia berpesan kepada saya bahwa, menceritakan masalah diri pada orang lain itu dapat mengurangi tingkat stres. Dan dia mengamini bahwa yang dimaksud “orang lain” tidak melulu manusia. Bisa juga tulisan. Cerpen. Puisi. Dll.

 

Kalau sudah pikiran kemana-mana, segeralah menulis. Agar tidak stres. “Banyak pasien Rumah Sakit Jiwa di Malang itu karena memendam banyak masalah dan tak berani menceritakan kepada orang lain.”

 

Duh kok tiba-tiba saya ngeri.

 

“Terimakasih ya,” kata Sandy saat menghidupkan motornya.

 

Wah ini kebalik. Saya yang harus bilang terimakasih. Awalnya kita mau diskusi tentang kepenulisan, tapi tiba-tiba pindah haluan, saya minta banyak masukan tentang psikologi dan ilmu “kebahagiaan”.

 

“Saya yang harus terimakasih,” ujar saya agak keras.

 

*Sebenarnya masih banyak bahasannya. Sudah malam, saya sudah lapar. Mau cari makan dulu. Kemalaman nanti malah tutup warung makannya.

negara rofiq

Platform ini hanya untuk senang-senang. Tulisan bermacam-macam, yang pasti semuanya tentang kebebasan bereksperesi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama