HADIAH YANG TAK SAMPAI [Cerpen Pocet]


Muhammad Fauzi. Lahir, besar, dan berdi(ka)ri untuk Tanbihul Ghafilin Arak-Arak Wringin Bondowoso.

Malang sekali nasib asmaramu nak…..

Waktu temanmu memperlihatkan kumpulan foto teman-teman perempuannya. Tepatnya, foto rekreasi temanmu itu cukup menarik perhatianmu untuk berdiam sekejap. Fokus satu persatu kamu lihat beberapa perempuan yang ada dalam gambar itu. Satu persatu kamu perhatikan dan sesekali kamu tanya biografi perempuan-perempuan itu. Sampai pada akhirnya kamu lihat foto perempuan berkacamata, yang kamu anggap berbeda dengan yang lain dari sekelompok foto perempuan yang ada saat itu. Entah apa yang menjadi parametermu sehingga kamu anggap dia berbeda dengan yang lain. Padahal dibilang cantik ada yang lebih cantik. Entah ada apa di mata dan hatimu sehingga satu foto perempuan itu kamu anggap seperti tidak biasa. Apa itu mitos pandangan pertama itu memang ada, dan masih berlaku di jaman yang serba mudah untuk melihat perempun yang macam apa saja seperti sekarang ini.

Dengan sedikit bercanda kamu tanya kepada temanmu itu, "Ini siapa namanya?"

“Oh ini namanya Nur,” jawab temanmu.

Ini katanya putrinya pengasuh pondok pesantren. "Neng" kalau dalam kultur sosialnya. Lanjut temanmu menjelaskan.

“Wah, berat ini ya untuk bisa kenal,” sergah yang

Dari peristiwa itu kamu memupuk rasa penasaran. Dengan sedikit gurau kamu bilang, "Carikan kontaknya mungkin nanti ketika dia sudah pulang dari pondok bisa saya hubungi."

Saat itu, kamu mulai benar-benar meletakkan rasa penasaran ingin kenal langsung dengan dia, perempun yang bernama Nur, yang berkamata itu.

Menutup malam itu, kamu sudah dapat nama profil FB yang langsung kamu klik pertemanan dengan akun tersebut.

Beberapa hari berjalan kamu selalu buka akun yang sedang tidak aktif itu, karena orangnya memang masih ada di pondok yang tidak mengijinkan membawa gawai selama menimba ilmu disana. Kamu buka untuk sekedar lihat-lihat galeri foto, sambil bergumam didalam hati. “Kapan bisa saya bertegur sapa walau hanya sekedar daring dengan kamu dek?” Sesekali kamu tertawa sendiri.

Hari berselang, nampak kabar baru terdengar. Nur itu sedang berpacaran dengan teman karibmu, yang memang sedang mengajar persis di sekolah tempat dia belajar saat itu.

Mendengar kabar itu, kamu pun langsung sedikit menghentikan rasa penasaranmu kepadanya. Walau sedikit kecewa sendiri. Karena, kamu anggap pertemanan tidak bisa kamu tukar dengan hanya sekeda dulu-duluan mendapatkan seorang perempuan.

Ya sudah lah. Mungkin itu bukan jalan perjuanganmu.

Lama tak berkabar, notifikasi gawaimu berbunyi. Kamu lihat pemberitahuan Facebook muncul, "Nur menerima permintaan pertemanan anda".

Kabar itu sudah seakan tidak memberikan gairah lagi untuk kamu. Karena kabar terakhir yang kamu dapatkan tentang dia sudah membuat kamu berhenti mengikuti apa yang sedang dia lakukan dengan akun Facebook-nya.

Sudah, sudah kamu mencoba tenang dengan yang namanya harapan kecilmu itu.

Sekian minggu berlalu. Seperti biasa kamu buka Facebook untuk posting ceramah-ceramah agama milik gurumu. Tidak sengaja di beranda Facebook mu kamu lihat, temanmu memposting foto bersama perempuan bukan dengan Nur. Fotonya kelihatan mesra, mengambarkan seakan hubungan personal sudah terjalin diantara keduanya. Hatimu pun bertanya-tanya. "Kok gak bareng Nur ya?"

Dari itu kepalamu menafsirkan yang macam-macam. Mungkin hubungan Dia dengan Nur sudah berakhir.

Seketika refleks kamu bertanya kepada teman yang pertama kali memperkenalkanmu dengan akun si Nur.

Ternyata memang benar, teman karibmu yang pertamanya berhubungan dengan Nur ternyata sudah kandas. Karena Nur tidak bisa menerima untuk segera di pertunangkan.

Sejak itu juga semangatmu kembali hidup. Bahwa harapan bisa mengenal Nur pun menemui jalan. Tidak panjang lebar kamu berfikir. Langsung coba kamu Inbox FB yang dari kemarin sudah menerimamu sebagai teman di akun pribadinya.

Chat pun kamu lakukan. Walau tidak lancar dan tak sesuai dengan yang diharapkan. Menunggu balasan saja kamu sudah sedikit tenang. Dalam hatimu sedikit bergetar. “Semoga saja nanti dibalas dan berkesempatan untuk berbincang panjang”. Menanyakan tentang pribadinya, tentang apa saja yang bisa kamu tanyakan kepada Nur.

Sekian lama chat sudah dikirim. Dari sejak Hay, Assalamualaikum, hey dan sebagainya. Nampak dia belum merespon. Entah karena belum terbuka akun FB nya atau memang malas untuk menerima chat dari laki-laki.

Kamu pun mulai menampakkan rasa pesimis. Mungkin memang bukan takdir nya kamu untuk mengenal dia.

Waktu terus berjalan, tanpa pengharapan yang besar seperti kemarin sedikit demi sedikit kamu hapus rasa penasaran kepada Nur.

Tetapi, angin segar sedikit meniupkan kepada wajahmu yang sedang terang karena sinar gawai. Kamu melihat Dia membalas chat yang sudah terlampau lama kamu kirimkan.

Akhirnya, dia pun membalas. Nur yang kamu harap bisa dijabat tangannya secara online pun merespon pesanmu. Rasa bahagiapun menyuruhmu untuk tetap menancapkan optimis bahwa kamu bisa kok mengenalnya.

Sebagai awalan. Isi chat nampak garing, memang seperti biasa orang baru kenal tapi belum pernah ketemu. Canggung, cuek dan terlihat seakan sulit untuk sekedar ingin mencairkan suasana chat.

Sampai pada akhirnya kamu tidak sabar untuk segera meminta alamat kontak yang bisa kamu gunakan untuk nge-chat Nur dengan lebih mudah. Yaitu memintanya untuk mengirimkan nomer Whatsapp. Niatmu, agar silaturahimnya bisa lebih mudah dan menguatkan keakraban. Tapi, nyatanya. Dia menolaknya untuk memberikan nomer yang kamu maksud.

Gleg... pikiranmu bermacam-macam, bukan warna cerah nan indah yang membayangi imajinasimu waktu itu. Tapi, suram, gelap dan gulita. Batinmu menampakan su'udzon yang berlebihan. "Jangan-jangan bla bla. . . . . "

Tidak perlu mengulur-ngulur waktu kamupun tidak memberikan banyak alasan untuk memaksa dia memberikan nomer WA yang kamu maksud. Diam dan berhenti. Itu yang kamu pilih.

Keluar dari beranda Pesan FB. Kembali kamu menimbun rasa pesimis yang luar biasa. "Sudahlah cukup, mungkin dia sudah berganti dekat dengan laki-laki baru dan atau belum mau menerima laki-laki walaupun sekedar ingin mengenalnya”. Kamu putuskan untuk berhenti saja mengejar dia walau hanya sekedar ingin kenal saja.

Sebelum kamu keluar dari aplikasi FB itu, tidak sadar kalau kamu sedang membuka satu persatu galeri fotonya. Kamu lihat berulang-ulang. Perempuan dengan latar rumah yang lumayan, sembari mengingat-ngingat di ingatanmu bahwa dia anak dari keluarga tokoh agama. Pakaian yang dikenakan memang tidak jauh-jauh dari style putri-putri keluarga pengasuh pondok pesantren.

Dari itu…

Sebelum kamu memutuskan untuk tidak lagi mengejarnya. Terbersit fikiran aneh yang mampir kepadamu. "Sudahlah jangan tinggi-tinggi mengharapkan dia, dia mungkin terpandang dan dari keluarga mapan. Sedang saya, hanya pemuda yang suram masa depannya. Kuliah saja tidak jelas sampai dimana, keluargapun dari yang hidup saja apa adanya.”

Seketika kamu tutup bab pencarian atas Nur yang dari sekian bulan lamanya sekedar ingin bercengkrama via daring itu.

Lama tak berkabar. Hati yang tak riuh-riuh dengan nama seorang perempuan kamu pun kembali menjalani hidup tanpa judul asmara. Perempuan hanya sebagai canda-candaan. Tidak pernah serius untuk benar kamu berternak rasa didalam hatimu. Hidup ya. Begitu-begitu saja.

Sampai pada suatu malam. Disela keseharianmu membantu akun Ceramah Gurumu. Bolak balik buka FB hanya ingin mengecek perkembangan apa sudah tersebar dengan baik atau belum akun ceramah yang kamu pegang dan bantu share di media sosial itu. Sampai pada saat itu, FB mu menerima notifikasi yang tidak biasa. "Nur meminta pertemanan kepada anda".

"Loh kok?" batinmu. Ingin segera memastikan bahwa akun itu adalah akun barunya si Nur. Langsung kamu lihat profil dan berandanya. “Emmm. Betul sekali. Si Nur membuat akun Facebook baru,” ucapmu.

Segera kamu terima permintaan pertemanan itu, langsung. Kamu balas dengan chat privat di beranda pesan.

"Akun Baru dek?"

"Iyaa, yang kemarin tutup akun," jawabnya.

Karena kamu lihat di profil mencantumkan nomer Handphone," Kok tumben nomer HP nya dicamtumkan di Profil?"

"Akun yang dulu juga ada kayaknya kak.” dia jawab.

Tidak panjang lebar, kamupun minta ijin untuk save nomernya. Dan diapun mengiyakan permintaanmu.

Lanjut kamu menambah basi-basi menanyakan apa nomer itu juga yang dipakai Whatshapps?

Dia bilang iya.

Langsung pesan "cek" di beranda Whatshapp terbang dan benar langsung centang dua.

Percakapan pun dimulai.

Sampai kamu lupa bahwa kemarin-kemarin kamu sudah mau berhenti mencarinya.

Namun karena suasananya sekarang kamu anggap berbeda, mengingat isi chat yang super lancar dan berbanding terbalik dengan jauh sebelumnya. Kamu pun terus melakukan percakapan-percakapan ringan nan riang dengan Nur.

Otakmu kembali meliar. “Kok Nur ini tidak seperti kemarin-kemarin ya?. Padahal dulu susah untuk sekedar mencairkan chat. Tapi sekarang enak gini ya. Humble dan serasa terbuka. 180° terbalik. Dulu minta nomer saja di mohon maafkan, sekarang kok .....”

Tak hiraukan panjang-panjang isi kepala itu. Semangatmu kembali berapi-api. Melihat dan merasa Nur, (orang yang sudah lama sekali ingin kamu seperi sekarangkan ini) sudah hampir seperti apa yang kamu cita-citakan diawal.

Akhirnya, chat yang kamu harapkan, informasi yang kamu cari dan harapan yang kamu imjinasikan, terjadi.

Silaturahmi yang ingin kamu bangun, terbentuk.

Terbantu atas keterbukaan Nur terhadap apa saja yang ingin kamu tau tentang dia.

Mulai dari kisah asmaranya dengan teman karibmu itu (walau tak vulgar di ceritakan) sampai pada konfirmasi langsung terkait putri pengasuh pondok, yang sebenarnya tidak seperti yang banyak orang informasikan kepadamu.

Sebulan berselang seperti hanya sudah setahun. Setiap chat yang keluar nama Nur. Buru-buru kamu buka dulu. Hampir langkap informasi yang kamu harapakan. Isi chatmu pun sudah berselang-seling dengan canda gurau.

Hampir tidak dapat di percaya kamu pun bergumam "kok bisa ya, padahal waktu kemarin diminta sulitnya minta ampun, tapi sekarang kok bisa begini ya." Dalam hati mu.

Waktu-waktu kamu lalui. Merasa nyaman walau akhir-akhir ini nampak tersendat, pesan-pesanmu tertinggal di posisi centang dua warna abu-abu di jendela percakapan WA mu dengan Nur.

Sedikit menaikkan harapan, melupakan hal yang sering memembuatmu pesimis kala itu untuk mengharapkannya. Kamu pun kembali bergerak. Mencari dari orang yang dekat dan tau tentang dia. Kamu bertanya tentang Nur ke orang-orang dekatnya. Dua tiga orang melaporkan hampir sama. Bahwa Nur itu akan segera Tunangan. Sama siapa ketiganya juga tidak paham.

Melihat foto profil WA nya juga sering dia merubah-rubah sampai pada akhirnya dipampang foto gaya siluet seorang Laki-laki.

Sesekali kamu juga sempat dengan suasana bercanda menanyakan. Apa benar segera mau bertunangan?.

Nur menjawab sangat remang-remang sekali. "Nanti yang tau hanya saya dan yang kuasa akan rasa cinta," jawabnya.

Kamu bertanya lagi, "Orang mana calonnya?"

"Entah, biar tuhan yang akan mengantarkan, sesuai dengan takdirnya akan dipasangkan dengan siapa saya nanti" jawab lagi dengan kebijaksanaannya mengembalikan kepada yang maha kuasa.

Mendengar jawaban itu, kamu merasa harus meningkatkan pengharapan. Bukan sekedar ingin bersalaman dan kenal secara daring seperti yang sudah kesampaian. Kamu pun mencoba menaikkan harapan. Bahwa ada peluang tuhan akan mengantarkanmu kapada apa yang Nur maksudkan dari jawaban pesannya itu.

Walaupun dalam kondisi chat mu sepertinya tersendat. Entah apa yang mebuatnya demikian kamu tidak pernah memaksa lagi otakmu untuk berfikir su'udzon seperti kemarin-kemarin itu. Mencoba menanam keyakinan bahwa level harapanmu bisa kamu tingkatkan. Yaitu dengan tetap berdoa semoga Nur bisa paham dengan apa yang sekarang kamu harapkan.

Waktu terus berjalan. Karena sudah terlanjur panjang jalan usahamu, sudah agak-agak lama pencarianmu. Kamu meyakinkan diri sendiri bahwa ketakutan akan hal yang dulu pernah kamu bayangkan bisa teratasi jika memang ingin kamu usahakan. Melihat bolak balik story WA nya, kadang juga nampak terpasang foto-foto manisnya. Kamu semakin ingin menunjukkan bahwa ada harapan tinggi setelah cerita kenal mengenal ini selesai.

Kamu ingin menampakkan keseriusan. Bukan hanya dalam cerita layaknya muda mudi sekarang. Hubungan yang ngambang dibungkus status "pacaran" dengan rasio serius dan main-main yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Tapi keseriusan yang benar-benar diharapkan dalam memperbaiki jalan hidup yang sesungguhnya. Meneropong masa depan menata rencana benar -benar untuk keabadian cinta dan hidup yang sesungguhnya. Itu bayang-bayang yang mulai kamu imajinasikan.

Bergegas fikiranmu kembali diperas. Bagaimana caranya agar perkenalan di WA ini bisa ter-materialkan dengan pertemuan yang nyata.

Seketika kamu buka lagi akun FB nya. Berharap ada informasi penting yang bisa kamu bawa kepadanya.

Dan….
Kamu temui tanggal 10 Juni, sebagai tanggal lahirnya. Kamu pun langsung menangkap dan menyusun rencana bahwa sekitar itu bisa kamu jadikan alasan untuk bisa memaksa waktu mempertemukan mu dengan Nur.

Teringat dari sekian banyaknya cerita di chatingan WA mu dengan Nur dulu,  Bahwa dia salah satu pengagum tokoh nasional. Tokoh yang dia dan beberapa keluarganya kagumi. GUS DUR.

Langsung kamu tidak banyak berfikir untuk memberikan hadiah yang berhubungan dengan Gus Dur kepadanya.

Buku, buku kamu pilih untuk hadiah yang pas. Kamu berfikir hadiah yang paling berharga adalah wawasan. Selama dibaca buku akan memberikan kenangan yang nyata, yang tidak akan lekang karena waktu, tidak hilang walau bukunya rusak, dan akan tertanam dalam hatinya, karena sejalan dengan apa yang sedang dia kagumi hari ini.

Langsung kamu pesan buku via marketplace pasar online. Tiba dengan selamat H-4 sebelum tanggal 10.

Mencari cara bagaimana agar hadiah itu bisa jadi media kamu bertemu perdana langsung dengan Nur.

Rencana mulai matang. Janjian nekat main kerumahnya. Tanpa maksud membawa-bawa tanggal lahir. Karena takut yang di pampang di profil FB itu hanya tanggal formalitas pelengkap biografi di beranda media sosial saja. Yang penting kamu niat untuk bertemu langsung dengan Nur.

Janjian pun sudah lengkap, hari, jam dan teman yang akan kamu bawa juga sudah siap. Tinggal menunggu saja. Terjadi atau tidak.

Disuasana yang lain. Kamu sedang merasa was-was. Karena chatmu sudah tidak selancar awal-awal dulu. Semakin hari semakin sering chatmu tertinggal di akhir. Tanpa balasan. Berhenti di centang dua abu-abu. Yang tandanya pesanmu tidak lagi sering dia buka. Kalau tidak karena kamu memaksa membalas storynya, dia juga mungkin jarang menghiraukan pesanmu. Uhh.. kamu semakin teraduk. Karena hadiah sudah kadung siap.

Tapi, Keyakinanmu yang mempertahankan bahwa nanti pasti bertemu.

Sampai pada akhirnya. Janjian yang sudah kadung matang kamu rencanakan. Sudah kadung ditunggu "katanya" dulu. Tidak sama seperti yang terjadi saat itu.

Dia seperti melempar-lempar. Seakan siap tidak siap. Karena memang alasan kultur yang sedikit tidak enak. Anak laki-laki kok mau main ke rumah perempuan yang statusnya sama. Sama-sama belum berpasangan. Lebih-lebih bukan teman atau handai tulan. Hanya sebatas kenal itupun via media sosial.

Ketakutan-ketakuan yang dulunya tidak ada. Sekarang menjelma menjadi hal yang benar perlu dipertimbangkan. Yang pada akhirnya… Kamu memang belum bisa menemuinya. Walaupun dengan alasan ingin memberikan hadiah. 

Bukan karena alasan diatas. Tapi memang karena Nur sudah dekat dengan laki-laki pilihannya. Bukan karena kultur tidak enak. Tapi, karena tidak enak karena dia sudah ingin menutup hati kepada laki-laki lain. Mungkin juga termasuk kamu.

Kamupun menunduk.

Ternyata harapan yang sudah terlanjur kamu naikkan bahkan sudah kamu tinggi-tinggikan akhirnya harus jatuh runtuh semuanya.

Hadiah yang sudah kamu siapkan nampak harus tertunda untuk bisa kamu berikan kepada orang yang kamu anggap pantas menerimanya.

Menangis kamu, menangis. Karena rencana matang hadiah sebagai modus untuk kamu bertemu dengan nur. Ternyata terbantahkan keadaan. Apes sekali, kondisi tidak berpihak sedikitpun kepadamu. Padahal hanya “pertemuan nyata” yang kamu rencanakan. Tapi, apa daya rencana tuhan nampak tidak membela.

Nak nak. Sudah lah. Mending hadiah itu kamu simpan. Jangan lagi kamu bungkus dengan harapan-harapan, bahwa apa yang kamu inginkan tidak selama berjalan seirama dengan kenyataan.

Anak muda dengan tampang pas-pasan juga harta yang serba kurang itu jangan lagi mengharap yang tinggi-tinggi.

Cukuplah hari ini menjadi saksi bahwa dunia memang sering membuat kamu kecewa. Hanya saja, jangan sampai kamu lepaskan semangat yang kamu kenakan itu, karena itu satu-satunya yang akan membawamu kepada orang yang tepat, yang akan mengakhiri banyak nya cerita asmaramu yang jatuh sudah sekian kalinya.

Tetap pakai itu semangat, jangan lupa juga tetap nyalakan terus keyakinan dalam hatimu nak. Bahwa mentari tetap akan terbit walau harus melewati malam gelap yang panjang dan memberikan mimpi buruk.

Kami akan selalu mendoakanmu.....
negara rofiq

Platform ini hanya untuk senang-senang. Tulisan bermacam-macam, yang pasti semuanya tentang kebebasan bereksperesi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama