SEMAKIN BISING MAKA RAKYAT SEMAKIN APATIS

         
www.brilio.net
         Mungkin kita lupa bagaimana perkataan Bung Karno yang satu ini, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Mari refleksikan kembali di tengah bisingnya politik kita saat ini.
Saat ini dihadapkan pada realita bahwa berjuang untuk negeri dan berambisi meraih kekuasaan adalah hal yang sulit dielakkan. Meskipun secara hak adalah autentik, tapi nyatanya kegiatan  politik kita ini justru membuat orang akan lebih apatis terhadap demokrasi yang masih direvitalisasi. Jika kita urai secara komprehensif, betapa banyak politikus dari partai tertentu tidak mempromosikan kadernya sendiri dalam meraih kekuasaan, justru ribut menjelek-jelekkan dari kader partai lain.
      Jika kita refleksikan, ada baiknya kita merevitalisasi demokrasi dari segi angka golput. Bagaimanapun, golput adalah suatu bentuk ketidakpercayaan rakyat terhadap pemilu. Seharusnya pemerintah sebelum melaksanakan pemilu, harus intens mensosialisasikan tentang pentingnya pemilu dalam keberlangsungan kehidupan kedepan. Apakah hal ini telah dilakukan pada masa sekarang? Rasanya pemerintah lebih sibuk mengakomodasi kepentingan partai politik.
            Dari hemat penulis, elit politik khususnya yang bertarung dalam pemilihan Presiden maupun Legislatif, hendaknya mempromosikan saja apa kelebihan program yang akan ia lakukakan jika terpilih menjadi Presiden maupun anggota Legislatif. Jangan menjelek-jelekkan partai atau calon lain, hal ini justru akan merugikan rakyat Indonesia.
            Lebih-lebih media saat ini justru lebih menyiarkan hal yang berbau kontroversial. Bagaimana tidak, setiap pagi dan malam membuat acara perdebatan para elite partai yang tak jarang mengumpat lawan debatnya. Perlu diingat, fungsi media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengedukasi dan mencerdaskan masyarakat, apalagi di era teknologi ini.
            Setidaknya untuk merubah pemandangan tentang kebisingan politik kita saat ini adalah, pertama politikus dari elite partai apapun hendaknya merefleksikan substansi dan fungsi politik itu sendiri. Politik mengajarkan tentang bagaimana cara pengambilan kepustusan yang benar dan mengakomodasi kepentingan/keinginan rakyat. Potret politik di Indonesia sekarang adalah bukan memperjuangkan hak rakyat, tetapi berambisi meraih kekuasaan dengan kepentingan elite partai/golongan.
            Kedua, pers konvensional (Koran, televisi, majalah, tabloid, dan radio) hendaklah bersikap netral dan memprioritaskan edukasi. Jangan hanya memprioritaskan sisi marketing sampai lupa bahwa banyak masyarakat yang menanti pencerahan tentang informasi yang mengedukasi. Juga media mainstream yang akhir-akhir ini muncul, justru menambah kebisingan perpolitikan kita. media dituntut untuk menjadi garda terdepan dalam memberikan informasi yang valid dan tidak mendiskriminasi kelompok lain.
            Keributan para elite partai khususnya di media acap kali dipandang sebelah mata dan dianggap hal yang wajar dalam dunia politik praktis. Tapi jika kita mau melihat dampak sosialnya, justru masyarakat akan berpikir buruk “Kok  para politikus pagi malam ribut aja, ngapain memilih di pemilu kalau kayak gini”. dari cara pandang menulis, semakin bising perpolitikan kita maka semakin banyak masyarakat yang apatis/golput dalam pemilu. Hal ini jangan diremehkan oleh para pemangku jabatan dalam pemerintahan. Maaf kalau anda tidak setuju.
            Proyeksi kemajuan dalam demokrasi hanya menjadi slogan yang selalu gaungkan. Tetapi implementasinya tidak mencerminkan kemajuan demokrasi apapun. Justru berbanding terbalik dengan cita-cita founding negeri ini. Lantas apa perbedaanya masa reformasi dengan orde baru? Semoga para elite partai dapat memahami.

*Is'adur Rofiq, Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Jember
negara rofiq

Platform ini hanya untuk senang-senang. Tulisan bermacam-macam, yang pasti semuanya tentang kebebasan bereksperesi

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama