www.netralnews.com |
Gerakan separatis
mengajarkan bahwa sifat sosial sangat berbeda, sehingga antrpologi dan
penanaman moral harus diterapkan untuk meredam perpecahan.
Gerakan
separatis bukan hal asing di Indonesia, sebut saja Organisasi Papua Merdeka
(OPM) yang lagi viral saat ini. Namun beda Presiden yang memimpin, beda juga
cara penanganan dan penyelesaian masalah. Namun esensi penanganan pengambilan
kepustusan atas konflik gerakan separatis oleh Presiden tetap sama, ‘meredam
gejolak dan menjaga solidaritas bangsa’.
Penembakan
pekerja proyek yang dikomandoi Egianus Kogoya tanggal 1-2 Desember kemarin mempertegas bahwa gerakan separatis tetap
ada, meskipun kesenjangan ekonomi dan infrastruktur di Pupua perlahan membaik.
Berarti ada hal atau misi dari OPM yang belum dipenuhi oleh pemerintah
Indonesia.
Penyelasaian
masalah OPM ini hendaknya dilandasi dengan penyelesaian ketimpangan moral,
bukan dengan penyelesaian aple to aple. Presiden
Abdur Rahman Wahid atau Gus Dur pernah dihadapkan pada peristiwa OPM ini.
Tanggapan Gus Dur terhadap pengibaran bendera bintang kejora adalah hal yang
lumrah, karena hubungannya dengan kultural. Tanggapan Gus Dur ini menegaskan kedewasaan berpikir tentang sebuah impact misi yang belum terpenuhi.
Aktualisasinya, pada zaman pemerintahan Gus Dur mengabulkan permintaan agar
sebutan nama Irian Jaya diubah sebutannya menjadi Papua. Berbeda dengan zaman Presiden
Soeharto yang cenderung melibatkan kekerasan oleh ABRI untuk
menyelesaikan konflik Separatis OPM.
Bagi
Gus Dur, kesenjangan moral adalah akar dari munculnya gerakan separatis.
Bagaimana tidak, ketika kepedulian sosial dan pendidikan dikalahkan oleh kepentingan
pembangunan infrasturktur, Apalagi tidak ada sinkronisasi antara budaya
kultural setempat dengan pemunculan infrasruktur yang terkesan modernasi
prematur. Gus Dur memperjuangkan misi warga negara yang berusaha menempatkan
seluruh unsur warga negara secara setara. Masyarakat Papua sama-sama mempunyai aspirasi
yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
Dirasa
sangat penting mengawal pendapat Gus Dur dalam menghadapi konflik gerakan
separatis. Aktualisasi Kultural toleransi yang digencarkan Gus Dur menjadi
monumen bahwa gerakan separatis tidak harus ditanggapi dengan kekerasan. Antropologi
kehidupan segera diaktualisasikan agar mengerti tentang sebuah sifat atau moral
yang berbeda setiap individu. Misi mungkin menjadi harga mati bagi kalangan
OPM, namun misi bisa dihancurkan jika kita melakukan hal yang memanifestasikan
kesenjangan moral .
Antropologi
manusia pada hakikatnya melihat atau meganalisis sifat manusia secara menyeluruh.
Koentjaraningrat (Bapak Antropolog Indonesia) menyatakan bahwa Antropologi
adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka
warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan. Namun
realitanya, pembangunan peradaban hanyalah terbatas pada pembangunan
infrastruktur, dimensi pembangunan peradaban seharusnya ditekankan pada sebuah relasi antar umat
bernegara dengan mengakomodir moralitas ‘pernebengan’.
Beasiswa Afirmasi Mahasiswa Papua
Kementrian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan tinggi (Kemenristekdikti) patut diapresiasi dengan
program beasiswa afirmasi. Hal ini merupakan program keberpihakan pemerintah
terhadap putra-putri bangsa yang Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Namun
permasalahan yang muncul adalah kuota yang masih kecil. Tercatat pada tahun
2018, kuota untuk penerima Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi Mahasiswa Provinsi Papua dan Papua Barat hanya sebanyak
600 Mahasiswa. Permasalahnnya juga adalah tidak seluruh PTN di Indonesia menyelenggarakan
program Afirmasi tersebut.
Andaikan
kuota beasiswa afirmasi tersebut diperbanyak dan PTN penyelenggara juga
diperluas, maka tentu animo pembibitan tunas bangsa dari papua dapat bersaing
dengan daerah lain, kedewasaan moralitas akan terbangun sejak dini, dan
Progress solidaritas antar sosial di negeri ini akan menemukan titik terang,
sehingga tidak ada lagi gerakan separatis yang memprihatinkan.
*Is'adur Rofiq, Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Jember. bisa dihubungi di @negararofiq.com
Tags:
opini