Ulasan Singkat Novel Janji Tere Liye, Sebuah sisi Lain Novel Janji Karya Tere Liye: “Perdagangan” Penjara dan Relevansinya Masa Kini

 


Sesuai dengan judul artikel sederhana ini, saya akan membahas sisi lain dari novel Janji karya Tere Liye: tentang perdagangan penjara yang begitu memuakkan.

Bagi saya, Tere Liye tidak hanya penulis novel yang ciamik. jauh dari pada itu, Tere adalah kritikus yang gagasannya rasional dan mudah di terima.

Jika pembaca mengikuti page Facebook Tere, maka kalian akan sering menjumpai Tere sebagai oposisi pemerintah yang cerdas dan mampu menggiring pembaca secara ritmis.

Sisi Lain Novel Janji: Penjara

Seperti yang saya sampaikan di atas, novel Janji menyajikan konflik yang komplit. Salah satu konflik “kecil” dalam novel ini yaitu sisi gelap penjara—tempat dimana Bahar (a.k.a. Bahrun) mendekam.

Bahar memang dikenal dengan berandal yang sering mabuk di Capjiki. Beberapa tahun sebelum itu, ia dikeluarkan oleh Kiai dari pesantren karena membedil asrama pondok hingga menelan korban Tewas (Gumilang).

Singkat cerita, Bahar berubah menjadi seorang yang ringan hati—termasuk saat ia rela menjadi “tersangka bohongan” demi membantu tetangga kontrakannya.

Bahar begitu ringan sekali mengaku membakar pasar yang sebenarnya dilakukan oleh Fuji. Memang secara tersirat, Bahar ingin memenuhi “Janji” yang bergejolak dalam hati. Ya, Janji. Bahar seolah ingin menebus dosa saat menghilangkan nyawa Gumilang.

Bahar divonis 5 tahun penjara. Bebagai macam kejadian yang membuat saya meneteskan air mata keharuan saat menyaksikan Bahar begitu ringan dan tanpa dendam saat disakiti oleh sipir di penjara.

Dunia gelap penjara

Hari pertama Bahar masuk penjara, ia mulai mendapat pemerasan. Sebelum menempati sel tetap, ia ditempatkan di sel penampungan sementara. Saat ia hendak melangkah ke sudut sel, ia dihalangi oleh tahanan senior.

“Kalau kau mau menempati tempat itu, kau bayar dulu, kawan.”

Bahar jelas menolak dan berdalih tak punya uang. Malah Bahar tetap cuek menempatinya. Hingga akhirnya mereka bertengkar hebat. Karena Bahar seorang berandalan—jelaslah ia “pemenangnya” dan membuat satu gigi lawannya rontok.

Hari-hari ke depan jauh lebih keras dunia penjara. Apalagi ulah sipir senior!

Bahar dikenal dengan sosok yang tak mudah menyuap. Tidak mau dia mengeluarkan uang untuk mendapatkan hak istimewa dalam penjara. Sifat “bersih” inilah yang kemudian membuat sipir senior risih dan tak suka terhadap Bahar.

Sebagaimana aturan, setiap hari-hari besar seperti hari raya dan kemerdekaan RI, setiap narapidana mendapatkan remisi (potongan masa tahanan).

Secara ketentuan, Bahar seharusnya mendapatkannya. Karena ia selalu berkelakuan baik dan tidak pernah membuat onar. Namun apa daya, sipir bengis itu tak memberinya remisi sama sekali selama 5 tahun Bahar mendekam di penjara.

Jangankan hal besar seperti remisi. Bahar sering mendapat diskriminasi saat hari raya. Ketika narapidana lain mendapat makanan khas hari raya berupa opor ayam, Bahar tak mendapatkannya. Sungguh ironi.

Lain lagi soal hak istimewa dalam penjara. Ya, fasilitas penjara dapat dibeli. Dalam novel ini, diceritakan bahwa blok F adalah surga tempatnya para koruptor.

Sel mereka mewah. Ada AC-nya, ada kebunnya, bisa memelihara burung, dan hak istimewa lainnya. Mereka sangat mudah keluar masuk penjara—tentu harus membayar kepada sipir senior.

Dalam novel ini, saya menangkap bahwa lamanya durasi penjara hanyalah gimik. Mereka hanya berpindah tempat tinggal saja. fasilitas sama saja dengan rumah asli mereka: sama-sama mewah.

Relevansi dengan masa kini

Sebagaimana di awal tulisan, Tere Liye adalah kritikus ciamik. apa yang ia tulis dalam novel Janji ini adalah bentuk representasi dunia penjara saat ini. sangat gelap dan penuh kebohongan.

Soal hak istimewa, silakan teman-teman menyaksikan hasil investigasi Mata Najwa yang pernah dilakukan oleh Najwa Shihab dan tim yang bertajuk “Pura-Pura Penjara”.

Dalam investigasinya, ditemukan tablet dan laptop di sel OC Kaligis—tersangka suap majelis hakim dan panitera PTUN. Kemudian, kamar Setya Novanto yang sangat mewah untuk ukuran sel penjara.

Semua bohong saja perihal penjara sebagai efek jera bagi narapidana. Sekali lagi, penjara hanya soal “pindah tempat”. Mengenai fasilitas bisa sama saja dengan rumah asli asalkan punya uang pelicin. Simpel!

Inilah yang saya suka dengan novel Tere Liye. Ia begitu leluasa dalam mengeduasi pembaca perihal dunia gelap penjara. Gaya satirenya begitu menggelitik dan membuat saya berkali mengelus dada melihat ironinya dunia penjara saat ini.

Akhir kata, menutup artikel ini, izinkan saya bertanya: Apa kabar revolusi mental yang digaungkan Jokowi? dan Apa kabar Harun Masiku?


negara rofiq

Platform ini hanya untuk senang-senang. Tulisan bermacam-macam, yang pasti semuanya tentang kebebasan bereksperesi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama