SOBAT SAMBAT #1

Penulis: Alien dari Neptunus
vice.com

Semalam, Ba’da  Maghrib, hapeku berbunyi ‘ting!’ aku mendapatkan notifikasi Whatsapp, Isi pesannya begini kira – kira ;
“Bro, aku lagi di Jember nih. Ngopi kuy? Ditempat biasa ya,”
untuk kaum rebahan macam aku pastinya dijawab dengan sigap dong, macam kucing dikasih ikan tongkol.
“Oke, otewe. Tapi biasa juga ya! (maksudnya tolong bayari)”
Maklum aku ini Maha-OSIS – Mahasiswa Ora Selesai – Selesai Skripsine. Jadi fahamlah yaa, bagaimanapun problematika keuangan Mahasiswa itu paling defisit se defisit – defisitnya keuangan.

Kawanku itu baru pulang dari Jakarta, sudah setahun ini dia kerja di Ibukota. Dia memang asli warga Jember. Kebetulan sedang beberapa hari ini dia pulang kampung, katanya sih ada kerjaan untuk beberapa hari kedepan, mangkannya dia Wa aku untuk ngopi karena memang sudah lama gak ketemu.

Aku tidak sendiri, kebetulan pada acara meet up dadakan itu ada beberapa kawan juga yang dulu pas waktu kuliah sering ngopi bareng juga datang. Kawan – kawan yang datang memang kebetulan mereka juga sudah bekerje di Jember dan daerah sekitarnya, tapi ada juga beberapa yang nasibnya sama naasnya sepertiku.

Sesampainya di warung kopi itu aku langsung disuguhi dan ditawari menu.
“Bro, pesenen bro!” dengan nada santai.
Aku sambil tersnyum langsung cek daftar menu dan memilih yang paling murah dari belasan menu yang tersedia.
"Mas, robusta tubruk!”
Kopi robusta tubruk itu harganya 5.000 rupiah. Aku harus sadar diri dong, dibos’I tapi njaluk sing larang – larang kan yaa gaplek’I juga.

Ternyata keputusanku untuk pesan kopi robusta pahit malam itu memang sudah benar rupanya. Setiap aku mendengar perbincangan mereka, satu sruput juga kopi itu ku tenggak. Sebenarnya lebih pahit mana, kopi robusta atau hidupku sebenernya?

Aku gak banyak ikut diskusi atau menanggapi perbincangan kawan – kawanku.
Semalam itu aku benar – benar seperti alien dari Neptunus.
Perbincangan kawan – kawan ternyata sudah bukan standar minimumku ketika ngobrol,
Standarku kan basa – basi sambal lempar joke – joke receh.

Tapi semalam perbincangan amatlah serius.
Dari mulai perbincangan menjadi karyawan yang baik, sampai dapat tunjangan yang lumayan. Bagaimana tips dan trik untuk dapetkan ceperan, meski mereka sudah punya gaji yang lumayan cukup untuk makan, ngasih orang tua dan menabung untuk menikah. Yaa maklum gaji mereka sudah diatas UMR Kabupaten Pamekasan lah.

Temanku yang lain malah lebih ekstrim, beberapa hari yang lalu baru saja beli mobil seharga 20 juta an, yaa meskipun katanya mobilnya tidak dalam kondisi baik seperti yang diharapkan. Tapi tetap, beli mobil diusia se umurku ini Jiancoookkkk tenan!!!! Tuku mobil wes koyok tuku cilok cok!

Sampai tak terasa tiga jam itu dipenuhi dengan perbincangan pekerjaan, tukar informasi produk terbaru dan juga banyak sekali keahlian kawan – kawanku yang dipamerkan. Baik dalam marketing ataupun mendeskripsikan yang berhubungan dengan pekerjaannya. Tugasku disitu cuman lempar joke – joke receh, biar sedikit bisa nimbrung tentunya.
Meski sebenarnya keberadaanku disana sudah hampir mirip dengan bawang goreng dimangkuk bubur, gak adanyapun gak ngaruhi rasa bubur.

Malampun berganti dini hari, aku pamit untuk pulang duluan. Aku berpura – pura besok mau ketemu Dosen Pembimbing. Sedari tadi sebenarnya pingin segera pulang pakek go-ufo untuk balik ke Neptunus dengan cepat, cuman tidak ada driver yang mau nganter, takut masuk angin katanya kalo terlalu malam.

Sesampainya di kostan, aku langsung play lagunya Nasida Ria – Bom Nuklir sambil pikir – pikir “Apa mending aku ikut sayembara percobaan virus corona aja yaa?Lumayan dapat 65 Juta!”
Urip iki Ramashoooookkkkkkk11111111.

negara rofiq

Platform ini hanya untuk senang-senang. Tulisan bermacam-macam, yang pasti semuanya tentang kebebasan bereksperesi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama