Pembacaan
alam semesta tanpa ada solusi yang ditawarkan, acap kali disebut sebagai overdosis
asumsi. Tapi percayalah, peristiwa atau kebijakan terselubung itu akan
terbongkar ketika kata-kata yang sekedar asumsi itu mengusik kedigdayaannya.
Baik.
Tentu pambaca yang budiman telah tau ihwal Joko Widodo yang menang mutlak di
pemilihan presiden untuk kedua kalinya. Kemudian, apakah mungkin Jokowi akan
bisa meneruskan pondasi yang telah ia bangun di periode pertama? Penulis
rasanya tidak bisa dipaksakan untuk khusnudzan
untuk periode selanjutnya: Pesimis!
Sumber: nawala.co |
Mencoba
membaca keadaan bangsa yang sedang berdinamika hari ini menjadikan nurani
semakin berkecamuk. Sepertinya, samakin hari bukan hanya semakin keruh
permasalahan bangsa ini. Tapi jauh dari itu juga seakan semakin dangkal konsep
pemikiran dan perjuangan yang diperlihatkan oleh penguasa bangsa ini.
Sebagai
Negara yang demokratis, maka setiap kegumaman rakyat pasti hadir beriringan
dengan kondisi yang diciptakan oleh para pemimpinnya. Semua bisa terjadi, yang
kemarin mendukung hari ini bisa menjadi lawan dan sebaliknya.
Melihat
apa yang sedang terjadi hari ini, nampak bangsa ini menurut hemat penulis semakin
mananggung sakit yang berkepanjangan, bahkan mungkin semakin parah.
Peristiwa-peristiwa
besar yang terjadi bukan memberikan garansi ketenangan bagi rakyat untuk tidur
nyenyak setiap malam atau juga bisa menghirup udara segar di pagi hari. Tetapi
malah menjadikan semakin sesak rasanya untuk bernafas.
Insting
pembangunan yang di canangkan pemerintah menyeruak dan menjadi momok bagi
kehidupan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan yang diluar nalar masyarakat untuk
menggantungkan harapan kesejahteraannya berubah menjadi kegelisahan akan
bagaimana jadinya bangsa ini 5, 10 atau 50 tahun kedepan jika menelisik apa yang
sedang dilakukan pemerintah hari ini. Ada benarnya juga apa yang pernah
disampaikan Prabowo, Indonesia akan hancur 2030.
Sesuai
dengan judul yang di sematkan paling awal ditulisan ini, bukan optimis yang
terbangun di benak penulis ketika membaca keadaan yang sedang terjadi.
Peristiwa besar yang direncanakan pemerintah seakan nyata untuk membenam
harapan-harapan sejahtera rakyatnya.
Kasus
besar seperti banyak nya RUU bermasalah di hampir semua bidang seperti KPK, RUU
PKS, RUU dibidang pertanian dan mungkin juga masih banyak lainnya yang tidak
sedikitpun memberikan angin segar bagi rakyatnya.
Belum
lagi masalah Iuran BPJS dan Pajak Rokok yang seakan gamblang memperlihatkan
bahwa tata kelola keuangan bangsa ini sedang sakit parah. Ditambah lagi kasus
pangan yang konsisten menggebug petani. Disisi yang lain permasalahan
lingkungan yang nyata mengancam keberlangsungan makhluk hidup untuk bertahan di
bumi pertiwi ini juga seakan tidak ada kejelasan akan apa yang sedang terjadi
dan agenda penangulangannya.
Kebakaran
hutan di Riau atau banyak orang berpendapat bukan kebakaran melainkan Pembakaran
Hutan sampai detik ini belum ada kejelasan akan dimana kebenaran yang
nyata.
Konflik
tambang dan kekayaan bumi Indonesia yang juga tidak tahu arah pembangunannya
kedepan itu untuk rakyat Indonesia atau hanya beberapa orang saja. Konflik
rebutan lahan antara petani dan TNI juga menjadi warna terbaharukan yang
menyumbang kekeruhan masalah yang ada di Bangsa ini.
Sampai-sampai
tidak bisa penulis kira mau di bawa kemana bangsa ini 5 tahun yang akan datang
oleh Bapak Presiden yang akan membawa di periode kedua ini.
Penulis
masih sangat terngiang dengan pernyataan Dr. Refrison Baswir tentang Subversi
Neokolonialisme. Indonesia memang sudah terlanjur di lempar ketengah lautan
masalah pasca Bung Karno di terjang dan diturunkan. Semua kejadian besar yang
mengubah arah bangsa ini memang tidak lain adalah agenda kolonial untuk tidak
mejadikan bangsa ini tenang dengan surga yang menempel erat di tanah dan
airnya.
Alih-alih
berharap kepada orang yang dipercaya bisa memperjuangkan bangsa untuk bangkit
lagi, sampai detik ini nampak masih belum bisa membuat bangsa ini berdiri tegak
dan berdaulat dengan apa yang dimiliki.
Setting
keadaan yang buat oleh orang yang membenci bangsa ini terlihat sangat berhasil
melahirkan pengecut dan penghianat bangsa yang nyata dan terus berkesinambungan
setiap generasi.
Tidak
ada yang mau bergerak untuk benar-benar murni memperlihatkan bagaimana kondisi
bangsa kita hari ini, dan berani mengambil kebijakan yang nyata sebagai bentuk
gertakan bangsa ini kepada dunia. Mungkin memang sudah sangat akut permasalahan
yang dihadapi bangsa ini atau memang sudah tidak ada cara lagi selain diam
melihat apa yang sedang terjadi.
Kita
mungkin perlu memang muhasabahkan kembali apa yang pernah di sampaikan Mahfud
MD tentang dua persoalan besar yang dihadapi bangsa ini. Yaitu pertama, tentang
masalah tersandranya bangsa ini dari kejahatan kebijakan masa lalu. Kedua,
adalah tentang moral bangsa ini yang masih rusak.
Point
pertama mungkin bisa diminimalisir pengaruhnya oleh pemerintah yang memiliki
ketegasan dalam mengambil kebijakan substansial untuk membendung atau bahkan
menjadikan pengaruhnya berhenti untuk tidak terus-menerus menindas
kedaulatan bangsa.
Agar
berhenti kegiatan pendektean bangsa asing kepada Indonesia dan mengembalikan
kedDan untuk yang kedua, hal ini memang menjadi masalah yang bias antara
tanggung jawab bersama atau tanggung jawab perorangan.
Kerena
ketika banyak kasus amoral yang menjadikan bangsa ini luka parah seringkali
ketika dijustifikasi di ruang public dikembalikan kepada sikap perorangan, dan
sebaliknya ketika dijustifikasi perorangan sering disangkut pautkan kepada
lembaga atau ruang public yang berkaitan dengan orang tersebut.
Sehingga
ketika manusia Indonesia ini masih berada pada level metal "Takut"
maka masalah moral ini tidak akan pernah selesai dan akan terus berefek seperti
domino terhadap sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia yang kita rindukan
sejahtera ini.
Sehingga
harapan besar untuk menyambut kondisi yang lebih baik untuk mungkin 5 tahun
mendatang beriringan dengan persiapan Take-Off nya pemerintahan yang
baru saja terpilih. Harap-harap cemas masih menghantui.
Rakyat
hanya bisa pasrah dan mungkin hanya doa yang akan menjadi senjata. Jika
pemerintahan bisa membuktikan tanpa pengkhianatan maka sesuai dengan doa akan
di antarkan kepada kenangan baik atas jasa-jasanya, Tetapi jika tidak mampu dan
penuh dengan muslihat, menjadikan bumi pertiwi diperlakukan tidak adil, maka
sejarah akan mengenang sebagai pengkhianat dan semoga diselamatkan dari karma
rakyat yang dikhianati.
Sebenarnya
masih banyak apa yang penulis sampaikan atas kegelisahan ini. Tapi penulis
sadar diri, bahwa untuk menyampaikan aspirasi harus sedikit demi sedikit, agar
jika aspirasi ini benar-benar sampai ke meja pemangku jabatan tidak menguap
begitu saja di tengah kesibukannya menanti pelantikan sebentar lagi.
Author:
Fauzi Pocet,
Ditambahi
sedikit: Negara Rofiq
Tags:
opini
Sungguh pemikiran yang sangat kritis ditengah gejolak bangsa yang terus berkesinambungan tiada akhir
BalasHapusBernas
BalasHapus