Lima Tahun Kedua Jokowi: Maju Berdaulat atau Maju dengan Sesak Nafas?


Pembacaan alam semesta tanpa ada solusi yang ditawarkan, acap kali disebut sebagai overdosis asumsi. Tapi percayalah, peristiwa atau kebijakan terselubung itu akan terbongkar ketika kata-kata yang sekedar asumsi itu mengusik kedigdayaannya.

Baik. Tentu pambaca yang budiman telah tau ihwal Joko Widodo yang menang mutlak di pemilihan presiden untuk kedua kalinya. Kemudian, apakah mungkin Jokowi akan bisa meneruskan pondasi yang telah ia bangun di periode pertama? Penulis rasanya tidak bisa dipaksakan untuk khusnudzan untuk periode selanjutnya: Pesimis!
Sumber: nawala.co

Mencoba membaca keadaan bangsa yang sedang berdinamika hari ini menjadikan nurani semakin berkecamuk. Sepertinya, samakin hari bukan hanya semakin keruh permasalahan bangsa ini. Tapi jauh dari itu juga seakan semakin dangkal konsep pemikiran dan perjuangan yang diperlihatkan oleh penguasa bangsa ini. 

Sebagai Negara yang demokratis, maka setiap kegumaman rakyat pasti hadir beriringan dengan kondisi yang diciptakan oleh para pemimpinnya. Semua bisa terjadi, yang kemarin mendukung hari ini bisa menjadi lawan dan sebaliknya.

Melihat apa yang sedang terjadi hari ini, nampak bangsa ini menurut hemat penulis semakin mananggung sakit yang berkepanjangan, bahkan mungkin semakin parah. 

Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi bukan memberikan garansi ketenangan bagi rakyat untuk tidur nyenyak setiap malam atau juga bisa menghirup udara segar di pagi hari. Tetapi malah menjadikan semakin sesak rasanya untuk bernafas.

Insting pembangunan yang di canangkan pemerintah menyeruak dan menjadi momok bagi kehidupan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan yang diluar nalar masyarakat untuk menggantungkan harapan kesejahteraannya berubah menjadi kegelisahan akan bagaimana jadinya bangsa ini 5, 10 atau 50 tahun kedepan jika menelisik apa yang sedang dilakukan pemerintah hari ini. Ada benarnya juga apa yang pernah disampaikan Prabowo, Indonesia akan hancur 2030.

Sesuai dengan judul yang di sematkan paling awal ditulisan ini, bukan optimis yang terbangun di benak penulis ketika membaca keadaan yang sedang terjadi. Peristiwa besar yang direncanakan pemerintah seakan nyata untuk membenam harapan-harapan sejahtera rakyatnya.

Kasus besar seperti banyak nya RUU bermasalah di hampir semua bidang seperti KPK, RUU PKS, RUU dibidang pertanian dan mungkin juga masih banyak lainnya yang tidak sedikitpun memberikan angin segar bagi rakyatnya. 

Belum lagi masalah Iuran BPJS dan Pajak Rokok yang seakan gamblang memperlihatkan bahwa tata kelola keuangan bangsa ini sedang sakit parah. Ditambah lagi kasus pangan yang konsisten menggebug petani. Disisi yang lain permasalahan lingkungan yang nyata mengancam keberlangsungan makhluk hidup untuk bertahan di bumi pertiwi ini juga seakan tidak ada kejelasan akan apa yang sedang terjadi dan agenda penangulangannya. 

Kebakaran hutan di Riau atau banyak orang berpendapat bukan kebakaran melainkan Pembakaran Hutan sampai detik ini belum ada kejelasan akan dimana kebenaran yang nyata. 

Konflik tambang dan kekayaan bumi Indonesia yang juga tidak tahu arah pembangunannya kedepan itu untuk rakyat Indonesia atau hanya beberapa orang saja. Konflik rebutan lahan antara petani dan TNI juga menjadi warna terbaharukan yang menyumbang kekeruhan masalah yang ada di Bangsa ini. 

Sampai-sampai tidak bisa penulis kira mau di bawa kemana bangsa ini 5 tahun yang akan datang oleh Bapak Presiden yang akan membawa di periode kedua ini.

Penulis masih sangat terngiang dengan pernyataan Dr. Refrison Baswir tentang Subversi Neokolonialisme. Indonesia memang sudah terlanjur di lempar ketengah lautan masalah pasca Bung Karno di terjang dan diturunkan. Semua kejadian besar yang mengubah arah bangsa ini memang tidak lain adalah agenda kolonial untuk tidak mejadikan bangsa ini tenang dengan surga yang menempel erat di tanah dan airnya. 

Alih-alih berharap kepada orang yang dipercaya bisa memperjuangkan bangsa untuk bangkit lagi, sampai detik ini nampak masih belum bisa membuat bangsa ini berdiri tegak dan berdaulat dengan apa yang dimiliki. 

Setting keadaan yang buat oleh orang yang membenci bangsa ini terlihat sangat berhasil melahirkan pengecut dan penghianat bangsa yang nyata dan terus berkesinambungan setiap generasi. 

Tidak ada yang mau bergerak untuk benar-benar murni memperlihatkan bagaimana kondisi bangsa kita hari ini, dan berani mengambil kebijakan yang nyata sebagai bentuk gertakan bangsa ini kepada dunia. Mungkin memang sudah sangat akut permasalahan yang dihadapi bangsa ini atau memang sudah tidak ada cara lagi selain diam melihat apa yang sedang terjadi. 

Kita mungkin perlu memang muhasabahkan kembali apa yang pernah di sampaikan Mahfud MD tentang dua persoalan besar yang dihadapi bangsa ini. Yaitu pertama, tentang masalah tersandranya bangsa ini dari kejahatan kebijakan masa lalu. Kedua, adalah tentang moral bangsa ini yang masih rusak.

Point pertama mungkin bisa diminimalisir pengaruhnya oleh pemerintah yang memiliki ketegasan dalam mengambil kebijakan substansial untuk membendung atau bahkan menjadikan pengaruhnya berhenti untuk tidak terus-menerus menindas kedaulatan bangsa. 

Agar berhenti kegiatan pendektean bangsa asing kepada Indonesia dan mengembalikan kedDan untuk yang kedua, hal ini memang menjadi masalah yang bias antara tanggung jawab bersama atau tanggung jawab perorangan. 

Kerena ketika banyak kasus amoral yang menjadikan bangsa ini luka parah seringkali ketika dijustifikasi di ruang public dikembalikan kepada sikap perorangan, dan sebaliknya ketika dijustifikasi perorangan sering disangkut pautkan kepada lembaga atau ruang public yang berkaitan dengan orang tersebut. 

Sehingga ketika manusia Indonesia ini masih berada pada level metal "Takut" maka masalah moral ini tidak akan pernah selesai dan akan terus berefek seperti domino terhadap sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia yang kita rindukan sejahtera ini.

Sehingga harapan besar untuk menyambut kondisi yang lebih baik untuk mungkin 5 tahun mendatang beriringan dengan persiapan Take-Off nya pemerintahan yang baru saja terpilih. Harap-harap cemas masih menghantui. 

Rakyat hanya bisa pasrah dan mungkin hanya doa yang akan menjadi senjata. Jika pemerintahan bisa membuktikan tanpa pengkhianatan maka sesuai dengan doa akan di antarkan kepada kenangan baik atas jasa-jasanya, Tetapi jika tidak mampu dan penuh dengan muslihat, menjadikan bumi pertiwi diperlakukan tidak adil, maka sejarah akan mengenang sebagai pengkhianat dan semoga diselamatkan dari karma rakyat yang dikhianati.  

Sebenarnya masih banyak apa yang penulis sampaikan atas kegelisahan ini. Tapi penulis sadar diri, bahwa untuk menyampaikan aspirasi harus sedikit demi sedikit, agar jika aspirasi ini benar-benar sampai ke meja pemangku jabatan tidak menguap begitu saja di tengah kesibukannya menanti pelantikan sebentar lagi.

Author: Fauzi Pocet,
Ditambahi sedikit: Negara Rofiq

negara rofiq

Platform ini hanya untuk senang-senang. Tulisan bermacam-macam, yang pasti semuanya tentang kebebasan bereksperesi

2 Komentar

  1. Sungguh pemikiran yang sangat kritis ditengah gejolak bangsa yang terus berkesinambungan tiada akhir

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama